@r_triatmono
juragan@triatmono.info
Recent Posts
Honda Stylo kinyiz-kinyiz viral di medsos,... suara engine / CVT kok pateng kemreseeek ...???
Jorge Martin Juara Dunia MotoGP 2024,... bermain aman dan tidak terpancing riderz Ducati lain ...???
Honda Beat 2020 rangka eSAF sudah keropos,... harga jual kembali apakah masih tinggi ...???
Honda Vario 160 gak bisa nyala,... remote juga gak berfungsi, ini cara ngecek nyaaa ...???
Honda Beat Street tugeeel langsung diupload di media sosial,... nyaris menjepit anak keciiil ...???
Kalah dari sisi product karena menggunakan rangka eSAF,... strategy pabrikan Honda beralih ke pricing dengan DP 0% ...???
Red Spark kalah tipis dari Pink Spiders,... setter utama gak main, Mega gendong tim ...???
Serba-Serbi Trading investasi,… portfolio senantiasa dimonitor, cepat terjadi perubahan …??? (20)
Sulit ya Om….
armada taksi konvensional ga se-ringkas dengan taksi online,
mereka punya yang namanya pangkalan taksi, mereka pun ngegaji karyawannya, mereka juga yang merawat taksinya….
jadi sepertinya mereka benar-benar merasa gak fair………
mereka yang resmi namun tertiban oleh yang online
IMHO CMIIW
angkutan umum berbasis aplikasi memiliki keunggulan yg bisa jadi kelemahan lads.
pesennya cepet , tapi harus beli smartphone dulu lads . mending duitnya buat pasang radiator yg gedhe lads
Kalo pesen taxi online harus punya smartphone adalah kelemahan?
Timbul pertanyaan lain. Selain smartphone, media apa yg bisa menjembatani antara si supir sama si calon penumpang ?
Jawabannya adalah radiator. LOL.
Ok serius dikit, jawabannya adalah telepati. Radiator bisa kebeli, dan supir pun tiba depan rumah dengan sendirinya untuk menjemput calon penumpang.
xD
Klo burung biru dah beberapa kali pake, ane puas ma pelayanannya. Cuma tuk menelpon tuk pesen mmg skrg lebih ribet dibanding cuma pencet2 smartphone dan juga perlu biaya lebih dimana ane skrg kadang dah gak lg memiliki pulsa buat nelp ato sms. Selama layanan data ada mmg telp/sms dah sangat jarang digunakan.
Tuk si burung biru tampaknya gak banyak pekerjaan yg harus dilakukan.
Tinggal mrk aja mau ato tidak.
Tidak semua orang/pihak siap menghadapi perubahan, apalagi yg sudah berada di zona nyaman. Birokrat disini sbg pihak regulator (pembuat kebijakan) justru yg paling sulit berubah, padahal semua stakeholder pada bisnis transportasi maunya kan tetap bisa beroperasi dg legal.
Pemikiran saya thd model bisnis spt ini adalah:
Perusahaan penyedia aplikasi online bisa tetap pada core bisnis mereka (IT company), tentu saja harus memiliki customer service hotline yg availabel utk semua pihak yg terlibat. Selain itu juga sebaiknya memiliki sebiha kontrak yg mengikat dg pihak pemilik armada agar armada selalu dalam kondisi laik jalan. Asuransi juga harus dipikirkan lho….
Sementara pemilik armada juga harus comply dg regulasi yg ada terkait angkutan umum (soal kelaikan jalan, safety, P3K, dll), bahkan termasuk bila ada kewajiban perpajakan yg terkait.
Intinya konsumen pengguna jasa tetap harus terjamin keselamatannya selama perjalana menggunakan angkutan model spt ini.
harusnya regulator membuat regulasi yang jelas atau menegakkan regulasi yang sudah ada. kl mobil angkutan umum itu harus plat kuning, kir 6 bulan sekali, dan syarat2 lainnya. ya sudah jadi keharusan angkutan umum berbasis aplikasi itu memenuhi persyaratan tersebut. aplikasi harusnya jadi tool marketing perusahaan angkutan umum bukan menjadi jenis baru dari angkutan umum.
setahu saya bemo warna biru juga dah pake apliaksi omlien,
bluebird juga dah pake online,
cuma masalahnya ,u/ jarak dekat mungkin konsumen dah pake ojek online, tdk pake taksi lagi, kecuali jika lebih dari satu org, jelas penghasilan kurang.
tapi jgn kuatir , rejeki dah ada yg atur
hrs juga ditegakkan uu plat, jelas oejk online dah jadi angkutan umum, harus plat kuning.
pajak juga hrs ada 2 , 1 sbg motor pribadi, juga pajak sbg angkutan umum.
jadi pemerintah ada tambahan pajak dari ojek online
Nah saya juga berfikiran demikian,,, lebih baik smua operator taksi konvensional bersatu bikin apkikasi online,,, atau aplikasi online macam go jek mau merangkul operator2 taksi online, “go taksi” misalnya,,, bbrp taksi konvensional sudah ada yg di rangkul “grab”.
Saya yakin kalau taksi konvensional ada aplikasi online bisa lebih jadi pilihan dari pada taksi online plat hitam…
gw pernah kerja disalah satu perusahaan taxi, masalahnya adalah perusahaan taxi itu kadang taxi gak mau ambil orderan. sehingga calon penumpang menunggu lama. berarti ini membuang uang. buru2 mau meeting gak taunya zonk.
sekarang ada app yg sanggup memberikan pelayanan lebih kepada kita. sekali pencet lngs ada yg mau anter ini itu. ya jelas penumpang akan cari yg lebih mudah di dapatkan.
cmiiw
Solusinya adalah kalo Kopaja/Metro mini ya harus dibenahi dulu bisnya yg kumuh, kotor, suka ngetem dan berhenti tiba2 itu. Tapi IMHO bagi passenger hal yg paling utama yg dicari dari mass transport adalah keamanan dan kenyamanan, minimal keamanan lah, aman dari perampok, copet, begal, kecu, pengamen jalanan, maupun pelecehan sexual dsb. Bila ini semua bisa teratasi maka rasa nyaman/kenyamanan akan datang dg sendirinya.
setau saya, yg daftar di uber adalah perusahaan rental mobil, yg saya bingung, emg ada ya peraturan mobil rental itu diharuskan plat kuning?
debat di ILC sngt menarik dilihat.. kasus ini bs menjadi semacam cambuk bgi regulator n perusahaan konvensional utk berbenah total di era digital
http://yakena.com/
Gw rasa dengan adanya kemajuan teknologi ini banyak konsumen yg terbantu..aman, nyaman, dll
Gak kayak dulu ketika ramai2nya ada kasus perampokan, pemerkosaan & kasus2 yg mengerikan di taxi..
Belom lagi kekecewaan ketika memesan taxi..pelayanan gak bagus & macem2 deh..
Yaa semoga aja kedepannya taxi2 juga lebih canggih dalam memakai teknologi…pelayanan juga oke punya..
Dua duanya harus mau mengikuti aturan angkutan umum yang ada di Indonesia.. Jika taksi online tidak bisa mengikuti aturan yang berlaku terkait ijin, pajak dll mending suruh usaha ke luar negeri aja..
yg gw rasa pake taxi/ojek apps adalah lebih murah…..
yang nmnya inovasi pasti lebih didpn, trmsk terhadap aturan. tdk ada yg salah dgn inovasi uber/grab dari sisi IT. Namun dr sisi dunia usaha, hal itu menjadi kurang tepat. Taksi resmi tdk bisa dibilang minim inovasi, hanya saja mencoba untuk patuh.
Mmg akhirnya pemerintah dipaksa untuk mendesign aturan baru yg lebih lengkap.
Kenapa lengkap? penting untuk menjamin terpenuhinya hak konsumen-pengusaha-negara. Konsumen perlu harga, keselamatan, pelayanan, Pengusaha perlu keuntungan, kesetaraan, dan kepastian. Negara perlu pajak. Gag mungkin kan semua dibiarkan seperti rimba.
Ngapunten sakderenge Om Tri, setelah saya amati beberapa waktu ini, beberapa blogger dolariyah seperti melakukan semacam sindiran secara berjamaah mengenai review motor yang obyektif itu harus beli sendiri, bukan pinjaman ATPM, dan sepertinya hal ini memang ditujukan kepada anda Om, mengingat andalah yg mempelopori soal obyektifitas review motor, bagaimana Om Tri menanggapi akan hal ini? Apakah diam atau ingin meluruskan hal tersebut?
Itu lebih ke arah Rideralam, doi yang lagi “hits” berkat artikelnya. Dan lucunya, blogger yg mencak-mencak kok kesannya malah nggak dewasa, lol.
Biarlah, Om ……
Toh secara logika, jelas bahwa review terhadap produk hasil sumbangan produsen akan membawa “rasa” …
Bahkan, Tabloid Pulsa saja secara terus-terang memberikan penjelasan bahwa produk yang ditest dibeli dari pasaran.
Dan, konsumen percaya …..
Yg terlihat sering menyindir (maaf to do point aja) itu tuh *obay, baru2 ini juga menyindir soal review satria fu fi di blognya amamoto apakah pinjaman ATPM/Dealer gitu, check aja ndiri….X))
Mobil pribadi atau mobil angkutan setiap tahun tentu bayar pajak kan.
Dilema buat perusahaan angkutan umum, sudahlah setiap tahun bayar pajak mobil, setiap 6 bulan bayar KIR/uji kelayakan ngga jelas, ditambah lagi bayar pajak perusahaan, belum lagi bayar pungli-pungli organda dan sebagainya.
Kalau Taksi/Ojek on line pastinya menyerap tenaga kerja, makanya Jokowi membelanya karena mereka menyediakan lapangan pekerjaan, hitung-hitung mengurangi jumlah pengangguran.
Jokowi dilematis, disatu sisi mendukung angkutan berbasis aplikasi yang menyerap tenaga kerja, disatu sisi menabrak regulasi resmi tentang angkutan umum yang semrawut.
Sering kita dengar kejahatan di angkutan umum, dan selama ini respon ya seperti biasa. Gimana lagi zona aman tanpa saingan.
Dengan munculnya angkutan aplikasi, paling tidak mereka harus tambah care dengan konsumen.
Klo mau bersaing, bersainglah yang sehat
Tentu semua syarat sprti ijin dll harus dipenuhi keduanya.
mending perusahaan taxi merger aja sama persh IT penyedia aplikasi, jadi bisa saling melengkapi… beres kan….
Istilah ‘angkutan umum resmi vs angkutan umum berbasis aplikasi’ kurang tepat. Menurut saya yang tepat adalah ‘Bluebird-Express vs Uber-Grab’. Yang heran kenapa mikrolet, metromini, kopaja jadi ikut-ikutan demo? Aneh!
Kalau saya, pilih kenderaan pribadi saja.
Rp 8.000 = 1 Liter = 10 km (Mobil) = 30 km (motor).
Lebih murah dari Uber-Grab sekalipun.
Solusinya gampang, hapuskan Pajak Kenderaan, supaya semua orang bisa beli.